Adat perkawinan Palembang



Masyarakat Palembang sangat menghargai dan menjunjung tinggi adat-istiadat leluhurnya. Berbicara tentang ini, tentu tak terlepas dari sejarah keemasaan Kerajaan Sriwijaya yang hingga kini tetap dikenang dengan segala kebesarannya. Emas adalah bagian yang tak terpisahkan karena wilayah ini dulu dikenal dengan kekayaan emasnya yang melimpah, bahkan sampai diekspor sebagai komoditi berharga. Tak heran jika nuansa emas kerap ditemui dalam tradisi adat Palembang, seperti acara perkawinan. Busana pengantin Palembang pun turut didominasi oleh warna emas.

Berikut adalah berbagai tahapan adat dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Palembang, mulai dari acara madik sebagai pembukanya sampai acara munggah sebagai puncak dari keseluruhan rangkaian prosesi adat.

1. Milih Calon

Calon dapat diajukan oleh si anak yang akan dikawinkan, dapat juga diajukan oleh orang tuannya. Bila dicalonkan oleh orang tua, maka mereka akan menginventariskan dulu siapa-siapa yang akan dicalonkan, anak siapa dan keturunan dari keluarga siapa.

2. Madik
Tahap awal yang dilakukan saat memulai rangkaian prosesi pernikahan Palembang adalah acara madik, yang berarti mendekati atau pendekatan. Ini semacam proses penyelidikan keberadaan sang gadis oleh utusan keluarga pihak pria. Tujuannya untuk mengetahui asal-usul, silsilah keluarga, sekaligus mencari tahu apakah gadis itu sudah ada yang punya atau belum.

3. Menyenggung

Tahap menyenggung dilakukan bila proses madik telah terlaksana, yang artinya memasang “pagar”. Tujuannya agar gadis itu tidak dapat diganggu oleh senggung (arti kiasan, berarti sejenis hewan musang), yang arti sesungguhnya tidak diganggu oleh pria lain. Acara ini untuk menunjukkan keseriusan calon pengantin pria (CPP).
Keluarga pria datang mengirimkan utusan ke rumah sang gadis sambil membawa tenong/sangkek yaitu anyaman bambu berbentuk bulat atau persegi empat yang dibungkus dengan kain batik bersulam benang emas. Tenong diisi dengan aneka bahan makanan seperti telor, terigu, mentega, yang disesuaikan dengan keadaan keluarga sang gadis.

4. Ngebet (membuat ikatan)

Bila acara senggung sudah dilaksanakan, pihak keluarga pria akan kembali mengunjungi rumah calon pengantin wanita (CPW) sambil membawa tenong sebanyak tiga buah berisi terigu, gula pasir dan telor itik. Pertemuan kedua keluarga ini sebagai tanda kalau kedua pihak sudah nemuke kato atau sudah sepakat kalau sang gadis telah “diikat”. Sebagai tanda ikatan, pihak pria memberikan bingkisan kepada keluarga wanita berupa bahan busana/kain juga perhiasan kalung, cincin atau gelang.

5. Berasan

Untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu diperlukan musyawarah, karenanya acara berasan diadakan. Tujuannya untuk membicarakan syarat-syarat yang diminta pihak wanita, juga apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Kedua pihak saling bermusyawarah tentang persyaratan perkawinan, baik secara adat dan agama. Menurut agama, kedua pihak harus sepakat mengenai besarnya mahar atau mas kawin. Sedangkan menurut adat, kedua pihak harus sepakat mengenai tata cara adat yang nanti akan dipakai.
Acara ini berlangsung penuh keakraban, saling berbalas pantun dan jamuan makan bersama. Saat itu CPW akan diperkenalkan kepada seluruh anggota keluarga pihak pria. Saat ini juga ditentukan kapan hari yang dianggap tepat untuk acara mutuske kato.

6. Mutuske kato/mutus rasan

Keluarga CPP datang membawa tujuh buah tenong berisi gula pasir, terigu, telor itik, pisang dan buah-buahan ke rumah CPW, dan menyerahkan persyaratan adat yang disepakati saat acara berasan. Acara diakhiri dengan doa memohon keselamatan. Lalu CPW melakukan sungkem pada calon mertua. Biasanya calon mertua akan memberikan perhiasan emas kepada calon menantunya. Sebagai balasan, saat rombongan CPP pulang, tujuh tenong yang dibawa tadi, dibalas oleh pihak keluarga CPW dengan isian aneka jajanan dan kue.

7. Nganterke belanjo

Acara ini mirip acara serah-serahan yang dilakukan sebelum acara munggah. Sejumlah barang antaran, setidaknya 12 buah, diletakkan dalam nampan berisi aneka kebutuhan pesta seperti terigu, gula pasir, buah-buahan dan kue. Selain itu, diantarkan juga enjoan atau pemberian yang telah ditetapkan saat acara mutuske kato.
Untuk melaksanakan adat ngelamar (gegawang), keluarga CPP mengantarkan ponjen warna kuning berisi uang belanja, beberapa ponjen diisi dengan koin uang logam, selendang songket, baju kurung, kain songket serta sebuah ponjen berisi uang untuk acara timbang pengantin dan 12 nampan berisi barang keperluan pesta dan kembang setaman yang ditutup dengan kain sulam berenda.

8. Persiapan menjelang akad nikah

Sebelum hari perkawinan, calon pengantin menjalani ritual khusus untuk kesehatan dan kecantikannya. Antara lain, ritual betangas yaitu mandi uap dan ritual bebedak, lalu bepacar, yaitu pemberian inai pada kuku jari tangan dan kaki, juga telapak tangan dan kaki, yang disebut ritual pelipit. Warna merah dari daun pacar (inai) dipercaya dapat mengusir gangguan makhluk halus dan mampu memberi kesuburan bagi CPW.

9. Upacara akad nikah

Sesuai tradisi, bila akad nikah berlangsung sebelum acara munggah maka terlebih dahulu utusan CPW akan melakukan acara nganterke keris ke rumah CPP.

10. Ngocek Bawang

Ngocek Bawang diistilahkan untuk melakukan persiapan awal dalam menghadapi hari munggah. Pemasangan tapup, persiapan bumbu-bumbu masak dan lain sebagainya disiapkan pada hari ini. Ngocek bawang kecik ini dilakukan dua hari sebelum acara munggah. Selanjutnya pada esok harinya sehari sebelum munggah, dilakukan acara ngocek bawang besak. Seluruh persiapan berat dan perapian segala persiapan yang belum selesai dikerjakan pada waktu ini. Daging, ayam dan lain sebagainya disiapkan saat munggah, mengundang ngulemi ke rumah besannya, dan si pihak yang di ulemi pada masa ngocek bawang wajib datang, biasannya pada masa ini diutus dua orang yaitu wanita dan pria.

11. Munggah

Tahap ini disebut juga acara puncak. Acara dimulai dengan kedatangan rombongan keluarga pengantin pria sambil membawa sejumlah barang antaran, 12 macam, yang berisi tiga set kain songket, kain batik Palembang, kain jumputan, kosmetik, buah-buahan, hasil bumi, aneka kue, uang dan perhiasan sambil diiringi dengan bunyi rebana.
Setibanya di rumah pengantin wanita, ibu pengantin wanita membalutkan selembar kain songket motif lepus ke punggung pengantin pria lalu menariknya menuju kamar pengantin wanita, disebut acara gendong anak mantu. Sesampainya di depan pintu kamar, dilakukan acara ketok pintu dengan didampingi utusan yang dituakan, disebut tumbu jero. Setelah pintu dibuka, pengantin pria membuka kain selubung yang menutupi wajah istrinya yang disebut acara buka langse.


Jadi, adat ini bisa dilihat dari segi baik dan buruknya, kalau baiknya penyambungan ikatan persaudaraan semakin erat, pihak keluarga saling bermusyawarah dalam membuat keputusannya, dan tidak ada yang dirugikan. Segi buruknya ini dapat menghambat dalam kehidupan kita, misalnya saja ketika seseorang lelaki ingin menikahi si perempuan dia harus menyiapkan dana yang cukup banyak untuk ritual adatnya. Jika si lelaki belum memenuhi syarat tersebut, si lelaki tersebut belum dapat menikahi si perempuan. Jadi semuanya dapat dilihat dari dua sisi berbeda tergantung penilaian masing-masing orang itu sendiri.